SEMUA TENTANG KEBUDAYAAN
INDONESIA
Oleh : Adi Prasetijo
Pendahuluan
Keragaman budaya atau “cultural diversity” adalah keniscayaan
yang ada di bumi Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang
tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat
majemuk, selain kebudayaan kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga
terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan
pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada didaerah
tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar
dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi
geografis yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir,
dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan
tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang
berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses
asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis
kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya
agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan
Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa
Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau
tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok
sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional
hingga ke modern, dan kewilayahan.
Dengan keanekaragaman
kebudayaannya Indonesia dapat dikatakan mempunyai keunggulan dibandingkan
dengan negara lainnya. Indonesia mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan
bervariasi. Dan tak kalah pentingnya, secara sosial budaya dan politik
masyarakat Indonesia mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar
kebudayaan yang dirangkai sejak dulu. Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak
hanya meliputi antar kelompok sukubangsa yang berbeda, namun juga meliputi
antar peradaban yang ada di dunia. Labuhnya kapal-kapal Portugis di Banten pada
abad pertengahan misalnya telah membuka diri Indonesia pada lingkup pergaulan
dunia internasional pada saat itu. Hubungan antar pedagang gujarat dan pesisir
jawa juga memberikan arti yang penting dalam membangun interaksi antar
peradaban yang ada di Indonesia. Singgungan-singgungan peradaban ini pada
dasarnya telah membangun daya elasitas bangsa Indonesia dalam berinteraksi
dengan perbedaan. Disisi yang lain bangsa Indonesia juga mampu menelisik dan
mengembangkan budaya lokal ditengah-tengah singgungan antar peradaban itu.
Bukti Sejarah
Sejarah membuktikan
bahwa kebudayaan di Indonesia mampu hidup secara berdampingan, saling mengisi,
dan ataupun berjalan secara paralel. Misalnya kebudayaan kraton atau kerajaan
yang berdiri sejalan secara paralel dengan kebudayaan berburu meramu kelompok
masyarakat tertentu. Dalam konteks kekinian dapat kita temui bagaimana
kebudayaan masyarakat urban dapat berjalan paralel dengan kebudayaan rural atau
pedesaan, bahkan dengan kebudayaan berburu meramu yang hidup jauh terpencil.
Hubungan-hubungan antar kebudayaan tersebut dapat berjalan terjalin dalam
bingkai ”Bhinneka Tunggal Ika” , dimana bisa kita maknai bahwa konteks
keanekaragamannya bukan hanya mengacu kepada keanekaragaman kelompok sukubangsa
semata namun kepada konteks kebudayaan.
Didasari pula bahwa
dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700’an sukubangsa di seluruh
nusantara, dengan berbagai tipe kelompok masyarakat yang beragam, serta
keragaman agamanya, masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang
sesungguhnya rapuh. Rapuh dalam artian dengan keragaman perbedaan yang
dimilikinya maka potensi konflik yang dipunyainya juga akan semakin tajam.
Perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat akan menjadi pendorong untuk memperkuat
isu konflik yang muncul di tengah-tengah masyarakat dimana sebenarnya konflik
itu muncul dari isu-isu lain yang tidak berkenaan dengan keragaman kebudayaan.
Seperti kasus-kasus konflik yang muncul di Indonesia dimana dinyatakan sebagai
kasus konflik agama dan sukubangsa. Padahal kenyataannya konflik-konflik
tersebut didominsi oleh isu-isu lain yang lebih bersifat politik dan ekonomi.
Memang tidak ada penyebab yang tunggal dalam kasus konflik yang ada di
Indonesia. Namun beberapa kasus konflik yang ada di Indonesia mulai memunculkan
pertanyaan tentang keanekaragaman yang kita miliki dan bagaimana seharusnya
mengelolanya dengan benar.
Peran pemerintah:
penjaga keanekaragaman
Sesungguhnya peran
pemerintah dalam konteks menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat
penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung
bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar
kelompok-kelompok kebudayaan yang ada di Indonesia. Namun sayangnya pemerintah
yang kita anggap sebagai pengayom dan pelindung, dilain sisi ternyata tidak
mampu untuk memberikan ruang yang cukup bagi semua kelompok-kelompok yang hidup
di Indonesia. Misalnya bagaimana pemerintah dulunya tidak memberikan ruang bagi
kelompok-kelompok sukubangsa asli minoritas untuk berkembang sesuai dengan
kebudayaannya. Kebudayaan-kebudayaan yang berkembang sesuai dengan sukubangsa
ternyata tidak dianggap serius oleh pemerintah. Kebudayaan-kebudayaan kelompok
sukubangsa minoritas tersebut telah tergantikan oleh kebudayaan daerah dominant
setempat, sehingga membuat kebudayaan kelompok sukubangsa asli minoritas
menjadi tersingkir. Contoh lain yang cukup menonjol adalah bagaimana misalnya
karya-karya seni hasil kebudayaan dulunya dipandang dalam prespektif kepentingan
pemerintah. Pemerintah menentukan baik buruknya suatu produk kebudayaan
berdasarkan kepentingannya. Implikasi yang kuat dari politik kebudayaan yang
dilakukan pada masa lalu (masa Orde Baru) adalah penyeragaman kebudayaan untuk
menjadi “Indonesia”. Dalam artian bukan menghargai perbedaan yang tumbuh dan
berkembang secara natural, namun dimatikan sedemikian rupa untuk menjadi sama
dengan identitas kebudayaan yang disebut sebagai ”kebudayaan nasional
Indonesia”. Dalam konteks ini proses penyeragaman kebudayaan kemudian
menyebabkan kebudayaan yang berkembang di masyarakat, termasuk didalamnya
kebudayaan kelompok sukubangsa asli dan kelompok marginal, menjadi terbelakang
dan tersudut. Seperti misalnya dengan penyeragaman bentuk birokrasi yang ada
ditingkat desa untuk semua daerah di Indonesia sesuai dengan bentuk desa yang
ada di Jawa sehingga menyebabkan hilangnya otoritas adat yang ada dalam
kebudayaan daerah.
Tidak dipungkiri
proses peminggiran kebudayaan kelompok yang terjadi diatas tidak lepas dengan
konsep yang disebut sebagai kebudayaan nasional, dimana ini juga berkaitan
dengan arah politik kebudayaan nasional ketika itu. Keberadaan kebudayaan
nasional sesungguhnya adalah suatu konsep yang sifatnya umum dan biasa ada
dalam konteks sejarah negara modern dimana ia digunakan oleh negara untuk
memperkuat rasa kebersamaan masyarakatnya yang beragam dan berasal dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Akan tetapi dalam perjalanannya, pemerintah
kemudian memperkuat batas-batas kebudayaan nasionalnya dengan menggunakan
kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang dimilikinya. Keadaan ini
terjadi berkaitan dengan gagasan yang melihat bahwa usaha-usaha untuk membentuk
suatu kebudayaan nasional adalah juga suatu upaya untuk mencari letigimasi
ideologi demi memantapkan peran pemerintah dihadapan warganya. Tidak
mengherankan kemudian, jika yang nampak dipermukaan adalah gejala bagaimana
pemerintah menggunakan segala daya upaya kekuatan politik dan pendekatan
kekuasaannya untuk ”mematikan” kebudayaan-kebudayaan local yang ada didaerah
atau kelompok-kelompok pinggiran, dimana kebudayaan-kebudayaan tersebut
dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
Setelah reformasi
1998, muncul kesadaran baru tentang bagaimana menyikapi perbedaan dan
keanekaragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu kesadaran untuk
membangun masyarakat Indonesia yang sifatnya multibudaya, dimana acuan utama
bagi terwujudnya masyarakat Indonesia yang multibudaya adalah multibudayaisme,
yaitu sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam
kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan (Suparlan,1999).
Dalam model multikultural ini, sebuah masyarakat (termasuk juga masyarakat
bangsa seperti Indonesia) dilihat sebagai mempunyai sebuah kebudayaan yang berlaku
umum dalam masyarakat tersebut yang coraknya seperti sebuah mosaik. Di dalam
mosaik tercakup semua kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang lebih kecil
yang membentuk terwujudnya masyarakat yang lebih besar, yang mempunyai
kebudayaan yang seperti sebuah mosaik tersebut. Model multibudayaisme ini
sebenarnya telah digunakan sebagai acuan oleh para pendiri bangsa Indonesia
dalam mendesain apa yang dinamakan sebagai kebudayaan bangsa, sebagaimana yang
terungkap dalam penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi: “kebudayaan bangsa
(Indonesia) adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”.
Sebagai suatu
ideologi, multikultural harus didukung dengan sistem infrastuktur demokrasi
yang kuat serta didukung oleh kemampuan aparatus pemerintah yang mumpuni karena
kunci multibudayaisme adalah kesamaan di depan hukum. Negara dalam hal ini
berfungsi sebagai fasilitator sekaligus penjaga pola interaksi antar kebudayaan
kelompok untuk tetap seimbang antara kepentingan pusat dan daerah, kuncinya
adalah pengelolaan pemerintah pada keseimbangan antara dua titik ekstrim
lokalitas dan sentralitas. Seperti misalnya kasus Papua dimana oleh pemerintah
dibiarkan menjadi berkembang dengan kebudayaan Papuanya, namun secara ekonomi
dilakukan pembagian kue ekonomi yang adil. Dalam konteks waktu, produk atau
hasil kebudayaan dapat dilihat dalam 2 prespekif yaitu kebudayaan yang berlaku
pada saat ini dan tinggalan atau produk kebudayaan pada masa lampau.
Menjaga keanekaragaman
budaya
Dalam konteks masa
kini, kekayaan kebudayaan akan banyak berkaitan dengan produk-produk kebudayaan
yang berkaitan 3 wujud kebudayaan yaitu pengetahuan budaya, perilaku budaya
atau praktek-praktek budaya yang masih berlaku, dan produk fisik kebudayaan
yang berwujud artefak atau banguna. Beberapa hal yang berkaitan dengan 3 wujud
kebudayaan tersebut yang dapat dilihat adalah antara lain adalah produk
kesenian dan sastra, tradisi, gaya hidup, sistem nilai, dan sistem kepercayaan.
Keragaman budaya dalam konteks studi ini lebih banyak diartikan sebagai produk
atau hasil kebudayaan yang ada pada kini. Dalam konteks masyarakat yang
multikultur, keberadaan keragaman kebudayaan adalah suatu yang harus dijaga dan
dihormati keberadaannya. Keragaman budaya adalah memotong perbedaan budaya dari
kelompok-kelompok masyarakat yang hidup di Indonesia. Jika kita merujuk kepada
konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection and Promotion of The
Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman budaya atau “cultural
diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan budaya yang dilihat
sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau masyarakat untuk
mengungkapkan ekspresinya. Hal ini tidak hanya berkaitan dalam keragaman budaya
yang menjadi kebudayaan latar belakangnya, namun juga variasi cara dalam
penciptaan artistik, produksi, disseminasi, distribusi dan penghayatannya,
apapun makna dan teknologi yang digunakannya. Atau diistilahkan oleh Unesco
dalam dokumen konvensi UNESCO 2005 sebagai “Ekpresi budaya” (cultural
expression). Isi dari keragaman budaya tersebut akan mengacu kepada makna
simbolik, dimensi artistik, dan nilai-nilai budaya yang melatarbelakanginya.
Dalam konteks ini
pengetahuan budaya akan berisi tentang simbol-simbol pengetahuan yang digunakan
oleh masyarakat pemiliknya untuk memahami dan menginterprestasikan
lingkungannya. Pengetahuan budaya biasanya akan berwujud nilai-nilai budaya
suku bangsa dan nilai budaya bangsa Indonesia, dimana didalamnya berisi
kearifan-kearifan lokal kebudayaan lokal dan suku bangsa setempat. Kearifan
lokal tersebut berupa nilai-nilai budaya lokal yang tercerminkan dalam tradisi
upacara-upacara tradisional dan karya seni kelompok suku bangsa dan masyarakat
adat yang ada di nusantara. Sedangkan tingkah laku budaya berkaitan dengan
tingkah laku atau tindakan-tindakan yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang
ada. Bentuk tingkah laku budaya tersebut bisa dirupakan dalam bentuk tingkah
laku sehari-hari, pola interaksi, kegiatan subsisten masyarakat, dan
sebagainya. Atau bisa kita sebut sebagai aktivitas budaya. Dalam artefak budaya,
kearifan lokal bangsa Indonesia diwujudkan dalam karya-karya seni rupa atau
benda budaya (cagar budaya). Jika kita melihat penjelasan diatas maka
sebenarnya kekayaan Indonesia mempunyai bentuk yang beragam. Tidak hanya
beragam dari bentuknya namun juga menyangkut asalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar